Mendidik Anak Laki-Laki di Era Digital
Daftar Isi
Kita bangun kesamaan dulu, bahwa mendidik anak laki-laki tentu berbeda dengan mendidik anak perempuan. Saya seorang ibu bekerja dan dikaruniai seorang anak laki-laki. Latar belakang inilah yang membuat diri ini ingin merekam pengalaman menjadi ibu agar kelak ini menjadi pengingat saya juga.
Anak laki-laki, dewasa kelak bakal menjadi pemimpin bagi keluarganya. Harus lebih bijak dalam memimpin. Mengarahkan anggotanya, menjadi ujung tonggak sumber rejeki serta memberikan teladan yang baik. Untuk membentuk tim solid yang membawa kualitas sumber daya manusianya memiliki kekokohan serta melahirkan generasi peradaban yang berkarakter.
Saya yakin, setiap keluarga memiliki pola asuh yang diyakini masing-masing. Yang mana muaranya berujung pada satu visi yaitu membangun keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah. Tidak bisa disamakan memang. Sebab, karakter tiap anak juga beda.
Ketika senior manager mengatakan, “ Mendidik anak laki-laki, ketika orangtua hendak menasehati anak, rangkullah, dan bisikkan ke telinga kanannya”
Cara mendidik anak sangat berpengaruh terhadap proses permbangan emosinya. Contohnya begini, anak saya adalah type anak yang suka cari perhatian. Yang biasanya saya tahu, ketika anak kecil diberi mainan kemudian ditinggal emaknya berkegiatan , anak sudah bisa antheng main sendiri. Berbeda dengan si kecil, yang maunya emaknya mendampinginya main sampai dia merasa puas.
Bahkan yang biasanya di sekolah dia bisa mandiri, justru di rumah maunya di manja. Ke toilet saja minta di gendong. Saat dia masih kecil, sebagai ibu, saya sudah merasakan feeling itu. Hanya saja, orang di sekitar kurang percaya. Hingga sekarang, anak berusia 4+, suami baru percaya bahwa memang, anak ini mintanya diperhatikan.
Catatan besar bagi saya memang, bersyukur sekaligus menganggapnya ini sebuah tantangan. Itu artinya, saya harus pandai membagi waktu. Dan tetap terus belajar memahami kode alamiah anak agar kebutuhan dasar, emosi serta memberikan perhatian ke anak, cukup.
Tantangan Mendidik Anak Era Digital
Seringkali saya merasa kurang percaya diri. Ibu bekerja, jauh dari suami dengan diberikan amanah karakter anak yang demikian membuat tanya besar dalam hati, seketika. Apakah saya mampu, terus mendampingi anak sampai waktunya kelak hidup berpisah dengan orangtua ?
Tentu, jawabannya adalah harus bisa. Apalagi mendidik anak laki-laki di era digital ini tidaklah mudah. Pesatnya kemajuan teknologi, enggak bisa dipungkiri anak bakal bersinggungan dengan gadget. Kebiasaan di rumah, enggak dibiasakan main gadget, di lingkungan sekitar kok ya anak mengenal juga karena lihat atau main dengan teman-temannya.
Enggak kayak masih bayi, anak nurut saja diapa-apain. Anak semakin besar tentu kecerdasannya meningkat. Yang modal melihat saja, anak lebih mahir tanpa harus diajari main gadget anak sudah bisa mengoperasikan perintah lewat jemari mungilnya. Ya, nggak ?
Pasca covid, media sosial di hebohkan dengan beragam kenakalan remaja masa kini. Kalau di cermati, sebenarnya dulu juga ada. Hanya saja kenakalan remaja masa kini, semakin kejam akibat yang dihasilkan bukan sebtas usil dengan teman-temannya atau berkata kotor saja. Lebih dari itu, kenakalan remaja seperti penggunakaan narkoba, melakukan seks dengan teman lawan jenis, mabuk-mabukkan, bersentuhan dengan teman lawan jenis katanya hal lumrah, serta perbuatan diluar batas nalar remaja yang seharusnya.
Andai, setiap permasalahan yang ada, setiap insan menggunakan pedoman islam. Sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah kepada umatnya. Menjunjung tinggi agama islam di atas perkara segalanya.
Lantas, bagaimana peran kita sebagai orangtua ?
Permasalahan Pola Asuh dalam Mendidik Anak
Apakah ada yang salah dengan pola asuh yang kita terapkan di dalam keluarga ?
Tujuh tahun pertama, adalah waktu yang tepat untuk mengenalkan anak dengan tauhid. Menyemai benih rasa cinta bahwa Allah itu maha segalanya.
Diusia tersebut kemampuan logika anak semakin terbentuk baik ketimbang usia sebelumnya. Yang seringnya, anak punya rasa ingin tahu tinggi ketika suatu keinginannya tidak dituruti.
Terlalu menuruti kemauan juga tidak baik, terlalu melarang juga tidak baik untuk ke depannya. Tarik ulurnya harus pas memang. Dan orangtuan;ah yang paling memahami akan hal itu. Karena setiap hari bersinggungan dengan mereka.
Biasanya, saya dan suami lebih galak saya dalam hal mengasuh anak. Sisi lain, saya juga sebaliknya, akan bersikap lemah lembut ketika ayahnya mengamuk. Harapannya, anak tidak tumbuh menjadi pribadi yang nakal.
Kalau tantrum, kita coba mengerti dulu perasannya. Jangan langsung di cegah, bahkan bilang kalau tidak setuju. Anak tentu akan lebih tantrum. Sebenarnya, dia hanya ingin di dengar, dimengerti soal mau menuruti apa enggak tergantung orangtua yang mengarahkan.
Saya, butuh jam terbang banyak di awal-awal. Karena pun sedang belajar dan terus belajar sebab anak juga masih terjadi tanrum sampai sekarang. Namun, semakin bertambah usia, makin bisa kooperatif kok dalam segala hal.
Satu yang paling saya hindari, berbohong. Bagaimanapun kondisinya, sebisa mungkin tidak berbohong. Misal kalau mau mengalihkan pembicaraan, ya cari kosakata bahasa yang bisa diterima dengan nyaman oleh anak.
Seyogyanya, mereka sedang belajar juga. Apa yang mereka lihat dan ketahui dari lingkungan sekitar, bakal dia rekam buat bahan esok kalau dewasa kelak.
Tips, Peran orangtua dalam mendidik anak laki- laki era digital
Semoga, tips ini juga bisa digunakan untuk mengawal aktivitas online anak perempuan juga.
1. Screentime yang tepat
Dalam ilmu parenting, screentime adalah ilmu yang memberikan batasan waktu terhadap anak dalam pengunaan gadget. Orangtualah yang lebih paham berapa menit mau memberikan waktu mereka bersinggungan dengan gadget. Idealnya sih, anak dikenalkan gadget usia 2+, atau diusia segitu ada juga orangtua yang enggan memberikan gadget sampai batas waktu usia yang orangtua inginkan. Balik lagi ke prioritas dan kesepakan bersama anak saja. Berlenihan menggunakan gadget juga tidak bagus kan. Melarangnya juga nanti akan jadi petaka. Anak cenderung penasaran , tanpa diberikan pendampingan, pembatasan dan peringatan juga takut nantinya keblablasan.
2. Seimbangkan dengan aktivitas tanpa gadget
Kuncinya ada oada konsistensi orangtua membuat jadwal penggunaan gadget pada anak. Wajib, melakukan aktivitas tanpa gadget yang mana itu akan lebih memberikan pemahaman ke anak bahwa komunikasi dengan orang di sekitar juga penting hlo ‘anak. Todak semua yang ada di handphone bisa memberikan kepuasan segalanya, dan ini yang harus ditekankan. Bukan lewat omongan sih, lewat kegiatan menyenangkan yang intinya adalah menguatkan bonding anak dan orangtua.
3. Mendampingi anak ketika main gadget
Meski tidak selalu, orangtua juga wajib tahu apa yang anak tonton. Apa yang anak browsing. Takutnya ada adegan yang belum layak di tonton anak dan itu sudah masuk dalam bawah sadar anak. Berat dampaknya. Ketika nonton bareng, justru ada komunikasi timbal balik yang mana membahasa apa yang ditonton justru menjadi cerita yang menarik.
4. Cek History di Laman Pencarian
Adakalanya orangtua mengecek secara berkala atau rutin terutama ketika anak tidur malam. Usahakan, handphone dipegang oleh orangtua ketika jadwal istirahat. Pagi baru boleh diambil untuk kegiatan sekolah.
5. Buat Jadwal bersama Penggunaan gadget
Biasanya, orangtua melarang main gadget tapi orangtua sendiri malah menunjukkan main gadget di depan anak. Tidak tepat memang. Maka, aturan yang benar adalah aturan itu dibuat bukan untuk mengatur semena-mena tapi lebih ke menitikberatkan pada tanggung jawab anak memegang aturan penuh kesadaran agar anak tidak berlebihan dalam menggunakan.
6. Ciptakan Diskusi, Terkait penggunaan Gadget bisa untuk produktivitas yang bermanfaat
Bukan untuk konsumsi mata yang bersifat memuaskan saja. Orangtua wajib mengarahkan anak bahwa penggunaan gadget dengan dukungan internet, bisa dimanfaatkan untuk membuat konten yang bermanfaat. Menyalurkan hobi, mendapatkan informasi penting yang ada kaitannya dengan sumber belajar dan sumber referensi mendapatkan beasiswa/ pekerjaan.
Tidak mungkin kan, meski anak beranjak dewasa sekalipun terlalu dibiarkan karena mengaanggap mereka sudah paham apa yang seharusnya dia perbuat. Mereka masih butuh arahan, adakalanya nasehat serta quality time agar anak merasakan kenyaman yang bikin nagih ketika jauh dari orangtua.
Ketika keterbukaan anak ini bisa dibangun dan menjadi pembiasaan sampai mereka dewasa, apapun masalahnya pasti anak bakal cerita ke orangtua. Bukan umpet-umpetan dan anak berusaha menyelesaikan sendiri tanpa sepengetahuan kita.
Semoga kita dimampukan Allah menjadi pendidik anak laki-laki di era digital ini dengan penuh kesabaran. Senantiasa diberikan petunjuk bila sewaktu-waktu ada hal negatif yang menguji buah hati kita. Amiin
Cung, siapa disini yang bernasib sama, punya anak laki-laki . Sharing yuk, bagaimana perasaanya membersamai tumbuh kembang anak laki-laki di era digital ini.
Jadi orang tua itu memang luar biasa, ya. Belajar nya ga pernah berhenti, termasuk dalam belajar cara mendidik anak-anak kita.
Semoga anak-anak kita semua terdidik dengan benar dan semoga mereka tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang saleh dan salehah
Nano-nano deh rasanya, saya sendiri juga masih berproses untuk membersamai mereka, kalau saya lihatnya sih ke karakter tiap anak sih, pengasuhan pun disesuaikan dengan karakter anak
Anak saya yang 2 cewek aja beda apalagi sama anak saya cowok
Emang harus tegas sih soal pemberian gadget, harus seiya sekata jga sama suami. Ga lupa konsisten jga menjadi koentji
Tapi seiring berjalan ya waktu, kami pahamkan pada anak-anak bahwa gadget itu sebagai media belajar. Sekarang ketika sudah usi 6+ anakku paham fungsi gadget sebenarnya. No tantrum lagi.
setiap hari tak lepas dari gawai kecuali sedang bepergian
selama ini memang kami menerapkan screen time. Sesekali cek juga dia main game atau nonton apa.