Noi, Muslimah Kece [Part 2]
"Kamu jawab apa jadinya, Noi"
"Bab apaan sih?"
"Tugas dosenmu yang killer itu ,hlo"
"Oh, ya aku jawab sesuai kenyataan to. Mami melarang dulu buat pacaran sampai proses studyku benar-benar dinyatakan lulus sebagai Sarjana. Toh, kemarin itu pikiranku sedang kemana-mana. Jadi saat telpon kami itu, pikiranku sedang kalang kabut. Maklum ya, banyak tugas dan kegiatan. Di satu sisi aku lagi jenuh karena ada seseorang yang mencoba mendekatiku".
"Kok, kamu baru cerita hari ini, Noi. Aku kan sahabatmu, teman satu kos, teman satu kamar. Buat apa sungkan menceritakan hal demikian. Bukan malah ngomong yang nggak kamu banget hingga akupun bingung kemarin itu mau merespon apa dan bagaimana".
"Hehehe, maap ya, Sil. Beneran galau aku tu. Soal hati memang nggak bisa dibohongi ya. Kalau sedang jatuh cinta atau kagum dan apalah itu artinya tetap mengusik pikiran dalam beraktivitas sehari-hari. Apalagi aku banyak kegiatan dan harus benar-benar fokus menjalani. Nggak mau juga perjalananku sampai sejauh ini pupus hanya karena indeks prestasiku merosot dibawah 3,5. Aku juga ingin sukses menjadi mahasiswa teladan, Sil. Aku ingin membuktikan bahwa dengan keaktivanku di Kampus tak menjadi sebuah alasan untuk lulus tepat waktu dan mendapat predikat cumloade".
"Nah, begitu dong Noi. Ini baru sahabat yang benar-benar aku kenal dari awal. Terus bagaimana kelanjutan si dia yang sedang mendekatimu, siapa sih dia? Apa aku kenal dengan orangnya?"
"Panjang cerita, dari awal dia menghubungiku lewat WhatsApp, aku mencoba merespon setiap pesannya tidak fast respon. Hla gimana coba, aku padat kegiatan dianya message terus. Cukup mengganggu juga tapi aku menghargai usahanya sih. Aku diajak ketemuan besok Sabtu malam Minggu di Malioboro, Sil. Baiknya aku jawab apa ya? Insha Allah aku longgar sih, cuma menyiapkan materi saja buat kajian Ahad pagi. Aku tu takut dikira wanita sombong, takut dikira tidak menghargai seseorang. Padahal akunya kuper, nggak tahu harus bagaimana cara merespon laki-laki yang PDKT. Maklum lah, Sil. Enam tahun nggak pernah melihat isi dunia yang liar, baru kuliah aja ini aku dipercaya Abah sama Mami buat jauh dari mereka untuk belajar disini. Bagaimana, Sil pendapatmu".
"Aku sebenarnya senang Noi, melihat perkembanganmu yang semakin kelihatan dari awal aku kenal. Mulai dari penampilanmu kamu lebih elegan dan stylish sekarang, meski kamu berhijab lebar tapi tetap good looking kok. Kamu juga aktif di berbagai kegiatan. Apalagi kami juga pandai broadcasting dan sering isi acara-acara di Radio kampus, wajar jika ada laki-laki yang tertarik denganmu"
"Lho, apa hubungannya, Sil?"
"Ya ampun, Noi. Begini hlo, laki-laki itu pasti butuh wanita yang cerdas, cantik dan sopan. Tiga hal itu yang disoroti laki-laki. Yang paling utama adalah agamanya, bagaimana seorang perempuan nantinya bakal jadi madrasah utama bagi anak-anaknya. Pastilah, mereka akan selektif mencari pasangan hidup. Apalagi di dunia ini kebanyakan perempuan. Ya nggak?, akupun tahunya dari pacaraku sih . Setelah aku pikir-pikir itu benar banget. Kerab aku diceritai Ibuku soal masa mudanya. Kurang lebih sama lah. Sebab itu, yang namanya pacaran kalau versi aku sih boleh banget. Asal tahu batasan-batasannya. Niatkan buat saling mengenal. Jika beneran jadi pasangan halal nanti, kota sudah punya tabungan mengenal karakter partner hidup kita. Itu juga yang memudahkan buat semisi dan sevisi membangun bahtera rumah tangga".
"Bukannya Islam telah memberikan solusi untuk proses ta'aruf dalam menjemput jodoh, Sil"
"Aku tahu Noi, kamu lebih paham akan pembahasan ta'aruf ini. Hla wong kamu kan setiap Ahad pagi ikut kajian yang temanya bervariasi. Ya mending tanya ustazahmu lah alasannya kenapa.Kalau aku sih menjawab, ta'aruf itu ya masa proses untuk mengenal. Hanya saja ada batasannya berapa lama dan endingnya nanti bagaimana".
(bersambung)