Meneruskan Kebaikan Setelah Kepergian Bapak (Selama-lamanya)
Jemariku tergiring ke arah galeri foto yang ada di Facebook. Kubuka foto beberapa tahun lalu tentang keluarga saya. Wajah emak, bapak, kakak dan adik ku pandangi sambil merecall memori.
Keinginan ingin memberi lebih tiap bulan ke orangtua juga terbersit. Pun sering sesekali waktu ingin telfon tapi kerab saya tunda dengan dalih kesibukan.
Seiring berjalannya waktu, perasaan ingin mudikpun tiba-tiba menghampiri. Hendak buat planning bahwa lebaran tahun 2022 ingin mudik ke tanah kelahiran.
Namun, rencana itu pupus saat saya mendengar kabar duka bahwa bapak meninggal dunia. Kabar yang cukup mengagetkan. Karena semalem baru saja saya ditelfon emak dan memberi kabar bahwa bapak memang sedang sakit.
Bahkan kemarin itu, suara terakhir yang saya dengar dari alm bapak. Setengah empat pagi kakak telfon, "win bapak nggak enek". perasaan tak percaya, kepergiannya begitu cepat.
Ternyata, mudik saya dipercepat.
Jumat, 22 Januari 2022 telah berlalu
Kasih Kabar Suami Via WhatsApp Bahwa Bapak Meninggal
Bejibun message saya kirim ke suami. Mengabarkan kabar duka kalau bapak (kandung) saya meninggal. Saya bingung mau bagaimana, karena Jumat itu ada jadwal mengajar. Atas saran suami, saya ijin ke kepala sekolah untuk mudik segera dan minta kelonggaran waktu buat sambang keluarga nun jauh disana.
Alhamdulillah, suami sangat mendukung penuh kepergian jarak jauh kami, menuju rumah emak dan bapak di Pati. Saya dan Mas Andra pergi berdua saja dari Kediri ke Pati. Sedangkan suami menyusul bareng saudara dari Surabaya.
Perjalanan pertama kali saya bersama si kecil naik kereta api, naik bus kota antar provinsi. Ku tuliskan lengkap di artikel sebelumnya.
Kepergian Bapak Yang Mendadak
Kata emak, kaki Bapak muncul bintik hitam kecil . Nggak enak badan, nggak doyan makan dan ingin pup terus sehari sebelum bapak tiada. Akhirnya, beliau tidak jadi setor jualan jajanan ringan di hari Kamis itu.
Bapak minta dibelikan buah kesukaan, saat nggak doyan makan, emakpun melipir ke pasar sebentar. Nah, kondisi bintik hitam itu semakin lebar kayak luka bakar yang nggak mudah di sembuhkan.
Dibawalah ke puskesmas terdekat. Petugas tidak berani ambil tindakan serius. Hanya memberi bapak obat pereda nyeri dan disarankan ke Rumah Sakit. Tapi, kondisi waktu itu BPJS bapak macet. Karena lama tidak dibayar.
Emak dan Bapak masih ikhtiar ke mantri, yang masih saudara. Dengan harapan pak mantri berani nyedot cairan di kaki Bapak karena kondisi kaki juga semakin membengkak. Tetap saja, pak mantri tidak berani. Padahal, emak dan bapak sudah menunggu hampir dua jam, karena pukul 5 sore baru bisa ketemu pak mantri.
Bapak tetap sabar. Akhirnya mereka pun pulang. Karena kondisi juga hujan deras sampai malam.
Malam, saat saya sedang menggosok baju
Emak telfon saya, minta bantuan dana buat bayar BPJS karena bapak mau dibawa ke rumah sakit. Saya iyakan. " Emak mau telfon kakak dulu untuk urus semua, katanya. Eh, Qodaruloh hujan semakin lebat dan kakak bilang besok saja.
Sayapun menunggu cukup lama. Nomor rekening yang hendak di janjikan diberikan ke saya, malah nomor telfon sepupu yang di send. Waktu itu sepupu telfon, namun saya tidak mendengarnya. Saya telfon balik berkali-kali tetap tidak di respon.
Saya berusaha be posthink.
Seakan ini tanda bahwa bapak tidak akan pergi selamanya.
Tengah Malam saya terbangun sekitar pukul 3an dini hari. Saya langsung mengambil air wudlu kemudian sholat malam. Mendoakan banyak hal yang biasanya saya lantunkan untuk keluarga kecil saya dan juga emak bapak disana.
Ternyata ada riwayat panggilan banyak kali yang saya abaikan. Bukan tidak mau mengangkat tapi karena handphone saya silent. Ada notif panggilan masuk dari nomor emak.
Saya masih scroll handphone seperti biasa. Tiba-tiba panggilan masuk dari kakak berdering. Langsung ku angkat karena pas banget pegang gawai.
"assalamualaikum'
"waalaikumussalam"
"wind pak.e gak enek"
(win, bapak tidak ada ~meninggal)
"wis Yo!"
Saya pun tercengang dan bibir tak bisa mengucap apa lagi. Karena mau tanya penyebab bapak meninggal pun telfon sudah dimatikan.
Saya menangis berkucuran, sambil istighfar di atas sajadah. Seketika WhatsApp suami dan menyampaikan isi hati.
Pagi, saya tetap berangkat seperti biasa. Membawa mood yang mellow saat fingerprint, antar anak sekolah dan balik lagi ke tempat kerja hendak ijin Bu Kepala langsung.
Saya melangkahkan kaki menuju ruang perpustakaan. Tanya mbak Aisyah keberadaan Bu Kepala. Beliau menjawab iya, ada dan barusan saya ketemu.
Mendengar penjelasan nya saya bergegas ke ruangan Tata Usaha. Karena harus antri dengan guru lain. Akhirnya ketua TU memanggil by phone Waka kurikulum, tidak perlu ijin kepsek langsung tidak apa. Tapi saya kekeh ingin bertemu langsung, karena ingin ijin seminggu buat balik kampung.
Alhamdulillah, prosesnya dimudahkan dan dikabulkan. Yes.
Pulang Ke Rumah, Beres-Beres
Sesampai di rumah, saya isi perut yang semakin keroncongan. Berusaha makan seadanya, karena nanti hendak bepergian jauh. Membersihkan rumah, mencuci baju kotor dan sebisa mungkin membuat rumah jadi bersih. Biar saat di tinggal tidak menyisakan kotoran karena tikuspun sering bergerilya.
Mudik Ke Pati Naik Kereta Api
Rencana, saya dan si kecil akan mudik menggunakan transportasi kereta api. Memang, Pati tidak punya stasiun kereta api. Namun kami berangkat dari Kediri menuju stasiun tugu Yogyakarta dulu. Mampir ke rumah mertua dan nantinya diantar keluarga Magelang sekalian melayat.
Dapat ticket kereta api malam. Nyari ongkos kereta yang terjangkau karena dua kursi. Alhamdulillah syarat keberangkatan aman terkendali.
Sampai di stasiun tugu Yogyakarta pukul 23.30 wib. Dijemput Pak Dhe yang sudah siaga dari beberapa menit yang lalu. Sayapun menuju pintu keluar dengan menggendong tas dan juga menggendong mas Andra yang sedang bobo.
Sayapun melepas penat usai perjalanan naik kereta dengan tidur saat sudah sampai di rumah mertua. Paginya, bangun kemudian siap-siap berangkat ke Pati pakai mobil rental.
Saat perjalanan, saya merasa tidak sampai-sampai. Berasa lama banget. Mungkin naluri ingin segera ketemu emak semakin memuncak. Rindu melihat emak, ceritanya.
Tujuh Hari Kematian alm. Bapak Langit Terang
Januari kala itu beberapa kota bahkan hampir sebagian diguyur hujan. Termasuk kota Pati, yang biasanya musim kemarau kekeringan kali ini Januari mengguyur kota Pati dengan hujan deras. Tepat beberapa hari termasuk Kamis malam itu.
Alhamdulillah, selama tujuh hari kepergian bapak saat proses tahlilan mulai dari hari pertama sampai akhir lancar jaya.
Banyak orang yang melayat, bantu kirim doa, bantu kasih logistik secara bergantian. Saya yang baru mengalami kesusahan begini, pun sembari mengambil hikmah.
Kematian bapak yang mendadak, ada nasehat kebaikan yang bisa saya lanjutkan.
Kata emak, mulai Agustus 2021 Itikad baik Bapak muncul. Menjadi lebih rajin ikut ngaji bersama pak Kyai dan berusaha mengajak warga sekitar.
Bapak mendatangi tiap rumah, mengajak ngaji satu rombongan. Meski kerab kali di tolak bapak tetap berusaha meracuni warga sekitar untuk mengaji tiap Selasa malam Rabu.
Bahkan bapak menawarkan pergi serombongan saat jadwal ngaji ketiban hujan untuk biaya pulang pergi budget ditanggung bapak sebagian besar. Tetap saja, warga tidak ada yang antusias.
Akhirnya bapak dan emak saja yang pergi mengaji. Rutin dilakukan setiap Selasa malam Rabu dengan baik sepeda motor. Bahkan bapak beli lampu senter yang di taurh di kening, untuk penerang jalan saat hujan malam hari.
Bapak dan emak rutin mengaji, katanya merasakan dampak yang luar biasa dalam kehidupannya. Merasa lancar rejeki ya dan menjadi berkah. Tanggungan sedikit demi sedikit mulai berkurang.
Namun, semua belum tuntas bapak sudah di ambil sama yang punya. Pukul satu dini hari (21 Januari 2022) bertepatan pada hari Jumat, bapak tiba-tiba sesak nafas. Emak mengajak Bapak pergi ke Rumah Sakit. Telfon kakak dan menyiapkan barang bawaan
Qodarulloh, pukul setengah tiga nafas berhenti. Emak yang berada disamping bapakpun taunya beliau sudah tiada. Benar-benar seperti orang tertidur pulas yang tanpa pesan apa-apa ke kami.
Tanda Kematian Bapak Tak Nampak (Kami Sadari)
Emak, sosok teladan yang dekat dengan saya. Saat mendengar cerita lengkapnya membuat saya terenyuh. Bahkan sampai detik ini saya masih mengurai air mata jika teringat akan hal itu.
Terakhir bertemu bapak Agustus 2019, kini saat kepergiannya tak bisa ku sentuh dan ku pandangi wajahnya. Masha Allah, insha Allah Khusnul hatimah ya pak. amiin.
Bapak sosok penyayang dengan keluarga. Memori itu saya ingat betul saat di kota perantauan mendampingi mereka berdua. Kepergiannya ini sangat mendadak, Kamis sakit jumatnya sudah tiada.
Sekarang bapak tidak perlu capek lagi antar jajan kesana kemari dengan bawa barang bawaan berat ya.
Nah, kepergian bapak ini ... tetangga yang juga masih saudara diberi tanda kematian sama yang kuasa. Ada yang mengatakan, mendengar suara burung malam hari. Burung pertanda kematian.
Ada juga yang bermimpi, adik si Mbah mengangkat api dari tungku. Konon, itu tandanya ada orang terdekat yang mau meninggal.
Emakpun katanya pernah mendengar suara burung pertanda kematian. Tapi dia akan. Karena dirumah tidak ada orang yang sakit keras.
Saya, kakak, dan adik tidak ada yang diberi mimpi aneh (pertanda kematian). Bahkan pesan apapun itu tidak terlontarkan sedikitpun dari Bapak. Itu yang kerab kami tanyakan dalam hati. Ya Allah .....
Semoga Engkau tempatkan alm. Bapak disisi terbaikmu. Engkau ringankan siksaan kuburnya. Jadikan ia penghuni surgamu Ya Rab. Amiin
Bahwa, kepergian bapak memang mulanya ada riwayat jantung
Entah berapa lama bapak di vonis mengidap penyakit jantung. Tepatnya saya tidak tahu. Yang jelas, bapak tidak pernah melakukan perawatan intensif dengan jantungnya. Maklum, tidak ada biaya buat itu.
Sikap mensyukuri nikmatnya, bapak juga sosok pekerja keras. Tidak ingin merepotkan anak-anaknya. Sebab itu, diusia mendekati 57 tahun bapak masih kerja keras.
Kamipun tidak tahu pasti, bintik hitam yang muncul di kaki beliau itu efek dari apa. Termasuk kakinya yang membengkak dan sesak nafas. Karena bapak gemuk, dan sehat sebelumnya.
Pernah jantungnya kambuh, tapi itu sudah satu setengah tahun yang lalu. Bapak yang biasanya ingin segera dibawa ke Rumah Sakit, menjelang kepergiannya Bapak sabar banget. Tidak serempong biasanya. Masha Allah.
Dan kata sahabatku yang gejala dan efek yang dirasakan bapak, sama persis dengan penyakit bapaknya sahabat saya. Katanya, jantung sudah tidak bisa memompa darah lagi. Sehingga nafas jadi susah. Dan racun itu menyebar ke kaki sehingga mengakibatkan bengkak.
Semoga cerita ini tidak melukai hati siapapun. Saya hanya ingin mengenang cerita kematian alrmarhum Bapak Saya. Sebagai catatan penting, bahwa Allah sayang kami.
Allah mudahkan segalanya. Wallahu alam
Posting Komentar