Kenali Penyakit Kusta, Tolak Stigmanya Bukan Orangnya
Penyakit kusta di Indonesia ternyata masuk dalam peringkat tiga besar setelah negara India dan Brazil. Menjadi perhatian bersama bahwa angka kusta masih tinggi.
Bukan hanya minimnya kesadaran penderita kusta untuk segera melakukan tindakan pengobatan. Namun, stigma yang beredar di masyarakat juga menimbulkan diskriminasi yang cukup mematahkan semangat penderita untuk tetap hidup bermasyarakat dengan baik.
Apakah benar begitu, kerab kali orang sekitar menolak keberadaan penderita kusta?
Mari bersama hapus stigma dan diskriminasi terhadap penyakit kusta di Indonesia. Tolak stigmanya, bukan orangnya.
Tema yang pas untuk menggaungkan isu kusta di negara +62 untuk mencapai negara bebas kusta tahun ini. Sebagaimana cita-cita besar NLR, Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYMK), dinas kesehatan, dan beberapa stake holder terkait yang selama ini telah bekerja keras demi mencapai eliminasi kusta.
Kisah Nyata : Pak Qodri, Penderita Kusta Di Usia 6 Tahun
Usia yang cukup terbilang muda, Pak Qodri yang merupakan wakil ketua perhimpunan mandiri kusta nasional ini pernah menjadi penderita kusta. Tepatnya di usia 6 tahun, beliau terdeteksi ada bercak di bagian kulit.
Mati rasa dan menjadi pusat perhatian salah seorang wali murid. Hingga akhirnya orang tersebut melapor ke kepala sekolah, karena wali murid itu tahu bahwa gejala yang di alami Pak Qodri adalah penyakit kusta. Seketika, Pak Qodri di suruh berhenti sekolah.
Singkat cerita, kisah nyata yang cukup menegangkan. Apa jadinya jika kondisi itu terjadi pada Pak Qodri yang lainnya. Tentu akan menimbulkan dampak penderita kusta menarik diri dari lingkungan masyarakat.
Tak hanya berhenti sekolah, Pak Qodri. Beliau pun saat itu belum ada kesadaran diri untuk berobat, minum obat rutin dan sebagainya. Karena pengetahuan tentang penyakit satu ini belum gencar seperti akhir tahun ini.
Pak Qodri, terkena kusta pada tahun 1970an sehingga keadaan semakin buruk karena belum ada penanganan secara cepat. Hingga akhirnya 1989 beliau diambil oleh orang yang pernah terkena kusta kemudian diajak berobat dan dirawat sampai sembuh. Masya Allah.
Pengalaman Pak Qodri menjadi penderita kusta memunculkan semangat untuk mengajak kita semua membuang stigma terhadap penyakit menular ini. Penyakit yang memang bisa menyebabkan orang lain kena tapi tidak dengan mudah penularannya.
Beliau menyadari, memang ada diskriminasi kusta saat itu. Apa yang pernah di alaminya tak ingin terjadi pada penderita yang lain. Sebab itu, kontribusinya menjadi bagian dari Perhimpunan Mandiri Kusta Nasional adalah untuk memberikan support penuh. Bahwa kusta bisa disembuhkan.
Bagaimana Pendapat Seorang Dokter Tentang Penyakit Kusta di Indonesia ?
Berbagai upaya untuk mencapai eliminasi kusta telah dilakukan. Melakukan edukasi via radio di ruang KBR untuk menjangkau seluruh pelosok tanah air, webinar terkait, pengobatan gratis, dan masih banyak program lainnya.
dr Astri Ferdiana, Technical Advisor NLR Indonesia menyatakan bahwa 10 tahun ke belakang, kasus disabilitas kusta memang masih tinggi bahkan stagnan belum ada perkembangan baik. Melalui ruang KBR bersama NLR, telah rutin melakukan edukasi kepada masyarakat tentang isu kusta sebagai upaya menekan angka kusta sampai benar-benar nol.
Tolak stigmanya, bukan orangnya. Statement ini sangat jelas diungkapkan pada momen berbagi bersama di radio KBR.id bersama 1minggu 1cerita .Tahun 2020, kusta dibagian Indonesia timur masih tinggi, bahkan ada 6 provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta. Dan 98 kabupaten lainnya masih menghadapi kusta.
Disini, NLR yang merupakan satu-satunya organisasi yang menangani kusta telah bekerjasama dengan Dinkes, Kemenkes dan beberapa organisasi diwilayahnya memerangi kusta.
Apa Yang Menyebabkan Seseorang Tertular Kusta ?
Kusta bukan kutukan. Kusta memang menular, tapi penularannya tak seperti virus covid dan varian omicron yang dengan cepat melibas orang terdekat. Dalam penularannya, kusta butuh jangka waktu 4 bahkan 5 tahun ke atas untuk benar terdeteksi dengan tepat.
Tanda gejala kusta juga unik. Mirip bercak dibagian kulit yang sering kita sebut "panu". Tidak gatal, tidak nyeri dan tidak bersisik. Hingga kadang orang yang mendapati hal ini menyepelekan dikira penyakit "panu" biasa.
Tapi, kusta memang beda. Ada tanda yang harus di waspadai. Seperti adanya bercak dikulit baik itu putih atau merah. Mati rasa, tidak terasa sakit jika di tekan dan tidak ada rasa gatal.
Kusta menyerang kulit dan bagian syaraf (tepi). Saat terkena panas, ajaibnya bagian yang luka tidak terasa. Kusta termasuk penyakit menular kronis dan akan menyebabkan disabilitas jika tidak dilakukan pengobatan segera. Jika parah, akan timbul kelainan pada mata, jari tangan anggota tubuh yang utama di serang.
Tenang, kusta bisa di sembuhkan kok. Cukup periksa ke puskesmas dan dokter terkait untuk mendeteksi dini penyakit kusta ini. Obatnya gratis dari puskesmas, dengan rutin melakukan pengobatan secara berkala tanpa putus kusta akan hilang.
Semakin cepat memeriksakan diri, semakin cepat tertangani dan tidak menimbulkan kecacatan di bagian tubuh tertentu. Sehingga tidak menimbulkan diskriminasi terhadap penderita kusta. Tidak perlu dijauhi pula, karena penderita yang sudah mendapatkan penanganan dan telah minum obat sangat kecil menularkan bakteri ini.
Kenali Penyakit Kusta, Tolak Stigmanya Bukan Orangnya
Talkshow yang di kemas begitu menyentuh dalam mengupas penyakit kusta, tolak stigmanya bukan orangnya yang disiarkan langsung di channel ruang KBR saat itu meninggalkan harapan besar.
Terutama pesan positif yang disampaikan langsung oleh Pak Qodri. Beliau menderita kusta sejak usia 6 tahun. Serumah dengan adik kakak, makan bareng dan hidup bersama. Alhamdulillah, tidak menularkan penyakit kusta terhadap orang serumah.
Dengan melakukan penanganan segera, orang disekitar juga bersikap bijak dalam arti tidak menghindari si penderita adalah tindakan yang lebih etis.Karena saat mendapati orang yang menderita penyakit lepra ini butuh support penuh baik dari kerabat, keluarga atau orang terdekat untuk mencapai proses sembuh.
Pernyataan yang disampaikan oleh Pak Qodri, Orang Yang Pernah Mengalami Kusta. Biasanya, penderita sangat kurang mengakui bahwa dirinya telah menderita kusta. Kurang mau di ajak berorganisasi sehingga mereka mengalami yang namanya double stigma juga double diskriminasi.
Pendek kata, sejak 1980an sampai sekarang pemahaman tentang kusta sangat minim. Sebab itu upaya NLR bersama tenaga kesehatan dan beberapa organisasi terkait telah berupaya penuh dalam meningkatkan kesadaran masyarakat. Termasuk dari dan untuk kalangan tenaga kesehatan sendiri. Tolak stigmanya, bukan orangnya.
Mari kita putus stigma penyakit kusta yang beredar dimasyarakat dengan cara bijak. Tolak stigmanya, bukan orangnya. Mendorong mereka untuk segera berobat, agar cepat sembuh. Memberikan dukungan penuh dan merangkul mereka untuk tetap bersosialisasi dengan baik.
Posting Komentar